Media sosial telah menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan modern, tak terkecuali di kalangan pelajar. Kendati menawarkan berbagai kemudahan dan informasi, penggunaan media sosial tanpa batasan dapat menimbulkan pengaruh buruk yang signifikan terhadap perkembangan dan kesejahteraan mereka. Oleh karena itu, kesadaran akan potensi pengaruh buruk media sosial dan upaya pembatasan penggunaannya menjadi hal yang krusial bagi para pelajar demi menjaga diri dari dampak negatif yang mungkin timbul.
Salah satu pengaruh buruk media sosial yang perlu diwaspadai adalah dampaknya terhadap kesehatan mental pelajar. Paparan konten yang tidak realistis, perbandingan sosial yang konstan, dan cyberbullying dapat memicu perasaan cemas, depresi, rendah diri, hingga gangguan citra diri. Sebuah survei yang dilakukan oleh tim psikolog dari Universitas Gadjah Mada pada tanggal 12 Juni 2025, menemukan bahwa pelajar yang menghabiskan lebih dari tiga jam sehari di media sosial cenderung memiliki tingkat kecemasan dan depresi yang lebih tinggi dibandingkan dengan mereka yang membatasi penggunaannya.
Selain itu, penggunaan media sosial yang berlebihan juga dapat pengaruh buruk terhadap fokus dan konsentrasi belajar pelajar. Notifikasi yang terus-menerus dan godaan untuk selalu memeriksa update terbaru dapat mengganggu proses belajar mengajar, mengurangi produktivitas, dan berdampak negatif pada prestasi akademik. Pada tanggal 25 Juli 2025, seorang guru Bimbingan Konseling di SMA Negeri 7 Surabaya, Bapak Agus Setiawan, S.Pd., menyampaikan bahwa banyak siswa yang mengalami penurunan nilai karena kesulitan fokus belajar akibat terlalu aktif di media sosial.
Lebih lanjut, media sosial juga berpotensi memberikan pengaruh buruk terhadap interaksi sosial pelajar di dunia nyata. Terlalu asyik dengan dunia maya dapat mengurangi waktu yang dihabiskan untuk berinteraksi langsung dengan teman dan keluarga, sehingga menghambat perkembangan keterampilan sosial dan emosional yang penting. Kemampuan berkomunikasi secara tatap muka, membangun empati, dan menyelesaikan konflik secara sehat dapat tergerus akibat kurangnya latihan di dunia nyata. Pada sebuah seminar parenting yang diadakan di Jakarta Convention Center pada tanggal 5 Agustus 2025, seorang pakar komunikasi, Dr. Ratna Kumalasari, M.Si., menekankan pentingnya keseimbangan antara interaksi daring dan luring bagi perkembangan sosial remaja.
Selain dampak psikologis dan sosial, media sosial juga dapat menyebarkan informasi yang tidak benar (hoaks) dan konten negatif yang dapat memberikan pengaruh buruk pada pola pikir dan nilai-nilai pelajar. Paparan terhadap konten kekerasan, pornografi, atau ujaran kebencian dapat merusak moral dan etika generasi muda. Oleh karena itu, literasi digital dan kemampuan berpikir kritis menjadi sangat penting bagi pelajar agar dapat menyaring informasi dan menghindari pengaruh buruk dari konten-konten negatif di media sosial.
Sebagai kesimpulan, pembatasan penggunaan media sosial bagi pelajar bukan berarti menjauhi teknologi, melainkan upaya sadar untuk mencegah pengaruh buruk yang mungkin timbul akibat penggunaan yang tidak terkontrol. Dengan membatasi waktu berinteraksi di dunia maya dan lebih fokus pada kegiatan positif di dunia nyata, seperti belajar, berolahraga, mengembangkan hobi, dan berinteraksi dengan orang-orang terdekat, pelajar dapat tumbuh menjadi individu yang sehat secara fisik dan mental, berprestasi, dan memiliki keterampilan sosial yang baik. Peran aktif orang tua, guru, dan lingkungan sekitar sangat dibutuhkan dalam memberikan pemahaman dan dukungan kepada pelajar untuk menggunakan media sosial secara bijak dan bertanggung jawab.